Iya, kenalin ya. Mas Acha. Pacar aku.
Ketemu Mas Acha di bangku perkuliahan cukup buat aku merasa aman selama menjalani hari-hari itu. Berawal dari pinjam-meminjam buku, berakhir menjadi cinta.
Klise, sih. Tapi itu nyatanya.
Izinkan aku untuk menggambarkan seorang Mas Acha itu seperti apa. Di mataku, Mas Acha itu hangat orangnya. Baik bahkan super baik. Kadang suka mikir sendiri “kok bisa ya gue ketemu sama orang sebaik dia?” Malah aku suka takut sendiri orang-orang akan memanfaatkan kebaikan dirinya. Tapi, kata Mas Acha “Jadi orang baik itu sudah seharusnya, bahkan orang jahat pun pasti pernah ternilai baik di mata orang lain yang mengenalnya.” Idaman.
Mas Acha selalu menjadi seseorang yang penuh keteduhan hati. Bahkan, aku dulu pernah rebutan Mas. Tapi untungnya Mas pilih aku hihi.
Mungkin segitu aja dulu cerita pendek mengenai Mas Acha. Kapan-kapan kalau ada waktu senggang aku akan menceritakan kisah pertemuanku dengan Mas.
Kembali, dengan chat random Mas di jam 11 malam tadi. Mas ngechat kalau dia sudah ada didepan unit apartku. Katanya mau mampir istirahat sebentar. Lagipula, kok bisa ya jarak dari Rawamangun membawa Mas Acha sampai di Dadap? Heran.
Kata klise dari Mas kalau aku tanya, “kok bisa Mas?” dia dengan santainya menjawab “mungkin Mas lagi kangen kamu. Udah gak bisa ditolong.” Alasan aja.
Aku bergegas membuka pintu unitku dan menampakkan sosok Mas Acha disana. Dengan setelan jas hitam putihnya yang dipasangkan dengan celana kain kecoklatan.
Tanpa aba-aba. Mas Acha langsung saja mendekapku dipelukannya.
“Mas kangen sekali, Mel..”
“Aku juga Mas. Tapi, kamu gapapa kan?”
“Gapapa, sayang. Lagi kangen kamu aja.”
“Tumben kamu kayak gini… Ada masalah ya di kantor?”
“Gak ada, sayang. Aman terkendali. Bahkan kerjaanku semua sudah selesai.”
“Oh kirain. Kamu udah makan? Kalau kamu lapar aku tadi masak omellete.”
“Kebetulan aku sudah makan, sayang. Aku boleh langsung istirahat gak?”
“Oh yaudah.. Kamu bobo aja gih.”
“Temenin aku. Aku mau bareng kamu.”
Hadeh.
“Mau peluk kamu.” Kalau saja orang lain bisa melihatku sekarang, mungkin mereka akan katakan aku seperti Tomat. Merah sekali, pipiku.
“Kamu tuh sebenarnya kenapa sih? Tiba-tiba clingy gini..”
“Aku sayang banget sama kamu. Mas mau seperti ini terus bareng kamu. Mas mau peluk kamu yang lama. Mas terasa nyaman ketika kita begini.”
ya Tuhan…..
“Kamu diam sebentar ya. Mas mau ngomong. Posisi kita tetap kayak gini, gapapa. Mas ngomong sambil peluk kamu.” Kata Mas ringan sambil sesekali mengelus rambutku lembut.
– – –
“Mas mau ngomong kalau Mas ajak kamu menikah bagaimana, sayang?”
“Hah? Gimana Mas? Nikah?”
“Iya, sayang. Nikah. Kita nikah. Kamu mau?”
“Ya… aku mau lah? Tapi kok tiba-tiba Mas?”
“Sebenarnya dirumah Mas sedikit ada pertikaian dengan Ayah dan Bunda, Mas. Ayah dan Bunda sudah menyinggung menyuruh Mas menikah.”
“Tapi yang aku dengar dari Ayah dan Bunda, kalau Mas belum pingit kamu, terpaksa Ayah dan Bunda memilih jalan Mas dijodohkan.”
“Kamu beneran Mas?”
“Beneran, sayang. Tapi, Ayah dan Bunda bilang kalau aku masih mau sama kamu, Mas harus segera tunangan dulu sama kamu. Ayah dan Bunda tidak mau melihat kamu terlalu lama menunggu untuk menjalani hubungan pacaran saja.”
“Oh.. jadi gitu? Aku udah panik loh, Mas.. Kirain aku Ayah dan Bunda bakal jodohin kamu dan gak restuin kita..”
“Gak gitu, sayang. Ayah dan Bunda hanya khawatir saja dengan kita. Mereka pikir Mas ini tidak seserius itu ke kamu untuk melangkah sedikit ke jenjang berikutnya. Makanya, Mas maunya itu cuma sama kamu.”
“Mas…. kamu tuh gak bosan apa ya jadi orang sebaik ini?” Duh. Gue udah mau nangis aja.
“Eh..? Kamu nangis? Kenapa, sayang? Itu sudah menjadi tanggung jawab Mas ke kamu, sayang. Mas perlu membagi kasih dan cinta untuk kamu—Mas masih ingin membuktikan kalau kamu bentuk cinta yang baik untuk Mas, begitupun dengan kamu.”
“Mas… hati aku udah mencair kayaknya…”
“Hahaha kamu nih ya. Lucu sekali.”
“Huhuhu kamu jangan gitu… Aku terharu…”
“Sudah seharusnya, sayang. Udah ya? Kita tidur dulu sebentar.”
“Iya, Mas. Kamu bobo dulu.”
“Mas sayang kamu.”
“Aku juga, Mas. Sayang banget..”
Setelah percakapan singkat namun hangat itu berakhir, akhirnya Mas Acha tertidur. Kembali aku renungkan, ternyata cinta yang baik dan kasih sayang yang baik itu akan tercipta dari kita sendiri ya? Kita yang menciptakan suasana penuh kasih itu bertebaran di langit dan tersampaikan sampai ke lubuk hati.